Cerpen: Penis Itu Berbahaya Kawan
Seperti
biasa, ketika ibunya telah pergi meninggalkan rumah pada pagi hari yang selalu
tidak jelas entah ke mana tujuannya, kepergian tersebut selalu diikuti
pertanyaan dan rasa takut bagi Citra. Pada usianya yang baru menginjak 17 tahun
itu pun baru seminggu, normalnya adalah setiap ibu paling tidak menyediakan
sarapan pagi sebagaimana kondisi ideal yang ia nikmati melalui visualisasi sinetron,
meskipun ia sadar itu tidak lebih dari romatisasi yang dibuat-buat. Sehingga pertanyaan-pertanyaan
apa yang ibunya kerjakan dan ke mana perginya tidak perlu menghinggapi
pikirannya yang kemudian memaksanya dirinya mengarang untuk menghilangkan tuntutan
mencari jawaban. Apalagi selama dua tahun belakangan kepergian ibunya pada pagi
hari yang kemudian kembali pada sore atau malam hari adalah sebuah penanda
waktu-waktu sulit harus Citra lewati.
Tidak lebih dari satu jam kepergian
ibunya, Sunardi akan menghampiri kamarnya dengan senyum khas kuda yang
merupakan senyum yang ia telah kenal selama tiga tahun belakangan. Meskipun beberapa
kali diselingi paksaan jika ia menolak. Senyum ajakan bercinta. Ia sering
menghindari ajakan atau lebih tepatnya paksaan bercinta oleh ayahnya tersebut
dengan langsung pergi bermain ketika ibunya telah pergi, maklum Citra bukanlah
dari keluarga berada dan menganggap pendidikan sebuah kebutuhan yang penting
sehingga semenjak lulus sekolah dasar ia tidak melanjutkan pada jenjang yang
lebih tinggi. Maksud hati menghindari mulut buaya namun apalah kata terjebak
pada rahang harimau, sebuah penggambaran yang tepat jika ia menghindar dari
ayahnya, pukulan-pukulan akan menghujani tubuhnya ketika ia kembali pulang.
Sunardi
datang menghampiri tempat tidur dan Citra yang telah pasrah di atasnya, ayahnya
langsung memeluknya. Mencium pipinya dan kemudian bibirnya. Sentuhan bibir
Sunardi terasa dingin dan kasar di bibir dan pipinya, dengan bau khas keretek
dari nafasnya. Citra tidak pernah merasakan kenikmatan ataupun sesuatu yang
istimewa dari sentuhan ayahnya. Barang kali sejak awal.
Citra
berharap setiap bercinta dengan ayahnya tidak akan berlangsung lama. Sunardi memasuki
dirinya. Itulah saat penis ayahnya memasuki tubuhnya. Ia menggigit bibirnya. Ia
tahu akan merasakan sakit, dan harus menahannya. Keluar masuk. Menyemburkan sesuatu.
Cepat, ringkas. Lalu pergi meninggalkannya dikamar.
Citra
tidak dapat merasa dirinya terbebas.
Ketika
ayahnya pergi setelah bercinta dengan cepat dan ringkas tanpa diikuti
kenikmatan untuk dirinya, Citra harus bersiap sebab akan ada dua sampai tiga
lelaki yang datang dan harus ia perlakukan sama dengan ayahnya.
Hingga
kemudian pada jauh hari setelah sekian ratus percintaan dengan puluhan lelaki
Citra menyadari bahwa kepergian ibu setip pagi adalah melelang dirinya untuk
memberikan kepuasan kepada penis lelaki tak ia kenali.
***
Siti
tidak pernah membayangkan bahkan merencanakan gagasan yang datang kepadanya
ketika melintasi rumah pelacuran. Ia hanya membayangkan betapa mudah wanita di
tempat itu mendapatkan uang dan menghidupi dirinya. Sampai ketika entah setan
atau malaikat menuntun bahwa anak yang telah ia urus meskipun bukan dari rahim
dan mani hasil percintaan dengan suaminya telah tumbuh dewasa. Seorang anak
perempuan yang telah menginjak dewasa bertubuh kecil dan liat, dengan rambut
hitam menutupi dahinya. Ditambah barisan gigi yang tersusun sempurna dengan
warna putih macam biji mentimun.
“pikirkan
manfaatnya: keluarga kita tidak perlu bersusah payah mencari uang yang tidak
jelas dan dapat memenuhi kebutuhan setiap harinya. Serta anggap saja ini adalah
balas budi bahwa kami telah menghidupi dan mengurusmu dari pembuangan di masa
kecil oleh orang tua kandungmu” kata Siti membujuk dengan paksaan.
Siti
menyadari gagasan yang ia tawarkan kepada anak tirinya terdengar sinting, tapi
sekaligus ia memikirkan baiknya bagi anak tersebut. Dapat merasakan percintaan
dalam usia muda plus dibayar. Ia menawarkan untuk menjadi pemuas birahi dua sampai
tiga lelaki setiap harinya yang ia temui dipasar, terminal atau di mana pun
terdapat lelaki yang sedang bingung menyalurkan nafsunya. Untuk semua itu Citra
akan mendapat bagian setiap harinya.
Tentu
saja awalnya ia menilai gagasan tersebut akan ada penolakan, bukan dari Citra
tentu saja yang dikhawatirkan melainkan suaminya. Siti meyakinkan bahwa ayahnya
tidak akan mengetahui gagasan tersebut.
“bapak
tidak akan mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tamu-tamu itu akan datang secara
bergiliran ketika bapak telah pergi bekerja. Uangnya akan kita gunakan untuk
memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Itu saja” ia masih meyakinkan anaknya.
***
Sesaat
setelah bangun pada pagi hari rasa mual menghinggapi Citra, kedua orang tuanya
menyadari sel telur yang telah dibuahi menempel pada dinding rahim anaknya,
Citra kebobolan. Kedua orang tuanya memiliki kepanikan yang sama meskipun
dengan alasan yang berbeda. Jauh berbeda dengan Citra, terlampau lebih tenang
disebabkan ketidak tahunnya. Jika kepanikan ibunya didasari bahwa ia tidak bisa
menentukan siapa bapak anak yang dikandung Citra, lain dari Sunardi ia
beranggapan anak itu telah dibuahi oleh dirinya.
Siti
pernah menekankan pada anak, “jangan sampai bunting, sebab akan menimbulkan
banyak permasalahan” itu juga yang disampaikan kepada setiap pelanggannya agar
menggunakan alat kontrasepsi.
Akan
tetapi, kini anaknya telah hamil dan tak tahu harus berbuat apa.
Saat
itulah dalam keadaan kalut gagasan jahat muncul dipuncak pikiran Sunardi dan
Siti untuk menggugurkan janin yang ada di tubuh kecil Citra. Tiga hari setelah
itu, Sunardi dan Siti ditangkap polisi dengan tuduhan aborsi. Semenjak menjadi
tahanan polisi keduanya mengetahui kebohongan masing-masing yang telah lama
disembunyikan. Bahwa Sunardi telah lama bercinta dengan anaknya selain dengan
Siti selama bertahun-tahun, dan Sunardi pun mengetahui bahwa Siti telah menjual
anaknya kepada lelaki birahi di luar sana.
“aku
tidak tahu jika janin itu lahir harus mengakuinya sebagai cucu atau anak,” gumam
Sunardi diikuti senyum khas Kuda.
Saat
itulah Siti benar-benar ingin mematahkan penis lelaki itu.
***
“Semoga Tuhan membakar
titit laki-laki di dunia ini” gumam Citra dalam hatinya
jika teringat masa kelamnya 10 tahun lalu. Citra sudah sampai pada titik
membenci semua manusia yang memiliki penis.
Berita
yang bertajuk Berdalih Khilaf dan Sangat
Sayang, Ayah cabuli Anak Tiri serta Tega,
Seorang Ibu Jadikan Anaknya PSK adalah sedikit pengingat untuk memelihara
keyakinannya termasuk apabila suatu saat jika dirinya tertarik pada seorang
laki-laki. Keyakinan itu pun juga yang memotivasinya menyerahkan sebuah makalah
berjudul “Potong Penis Laki-laki” yang telah disusunnya selama berbulan-bulan menurutnya dapat melindungi kaumnya suatu
saat.
Seorang
wanita yang pernah menerima makalah itu menanyakan mengapa ia menyusunnya,
Citra menjawab:
“Penis
manusia itu berbahaya kawan, hanya menghasilkan sakit dan derita”
Memang
sejak kejadian bertahun-tahun lalu itu ia tidak pernah lagi tertarik kepada
penis maupun yang memilikinya.